Jumat, 01 April 2016

#KopdarBlogger 2016: Hidup Hanyalah Mengenai Menertawai Diri Sendiri

Sekiranya kamu nggak pernah menyangka Ms. Word bisa digunakan untuk menciptakan gambar seciamik di bawah ini, kita sama.

Karikatur Arswendo Atmowiloto dengan Ms. Words
oleh Jaka Balloeng

Kamu bakal percaya atau tidak kalau aku bilang karikatur Arswendo --yang  beberapa tahun silam pernah dipenjara akibat hasil sebuah jajak pendapat-- tersebut dibikin hanya dalam waktu dua jam oleh seorang penyandang disabilitas? Tidak? Bahkan, tidak mengira sama sekali? Mulutmu menganga takjub dan berkali-kali mengucap kalimat seruan semacam, ”Wow“ dan yang seperti itu?

Sekali lagi, kita sama. :)

Pada Mulanya Adalah Ketemuan

Kopdar Blogger yang digagas Pakdhe Blontank dan digarap oleh kawan-kawan Rumah Blogger Indonesia (RBI), diadakan pada tanggal 26 – 27 Maret 2016.

Sabtu pagi aku berangkat bersama Masku, eh, Mas Trie dari Yogyakarta. Kami kesulitan mendapatkan bus saat long weekend. Pukul 12.00 baru tiba di depan kompleks Korem Surakarta.    Tak lama kemudian kami dijemput kawan-kawan RBI yang lalu segera meluncur ke lokasi, dimana sebelum menuju spot terakhir, terlebih dulu kami berkumpul sekalian makan siang di Bale Branti.

Kopdar Blogger? Kopi darat alias jumpa darat para blogger yang pekerjaannya "menulis" di blog itu?   Iya. Betul.

Bila ditanya apakah aku rajin menulis, aku tentu akan menjawab: sudah bukan rajin lagi, tapi menulis adalah pekerjaan yang ’mau tidak mau‘ harus aku lakukan. Bila pertanyaan diganti apa rajin nge-blog? Jawabannya akan menjadi; hmmm, nggak tahu juga, ya. Lalu kenapa aku jadi ikut-ikutan kopdar, ya? Haisembuh :)

Kopdar Blogger berlokasi di Segoro Gunung, Karanganyar, Solo. Setiba di sana, aku bertemu banyak sekali orang baru. Ain’t knew those people, but I surely enjoyed the conversations. Perbincangan mengenai banyak hal menarik terus bergulir. Satu per satu, meski belum semua karena so many people so little time, aku mulai kenal para peserta. Mereka adalah orang baik-baik, eh, orang-orang baik dengan kemampuan mumpuni didukung sikap yang begitu humble—biasa saja.

Dari mereka aku belajar banyak hal. Juga dari diskusi menarik dengan Menteri Kominfo dengan seluruh peserta Kopdar Blogger. Chief Rudiantara hadir selepas makan malam. Tiga jam ’mengobrol‘ dan tak sedikitpun merasa bosan.


Seniman .docx

Hari kedua Kopdar Blogger. Minggu pagiku diawali cerita oleh Mas Trie dan Baba-Rasarab mengenai Jekek atau Jaka Balloeng.

”Jekek itu bisa ngebikin gambar dari Ms. Word, lho...“

Ms. Word yang berisi huruf-huruf dan biasa aku gunakan untuk menulis cerpen dan novel?

”Ah, masa? Nggak mungkin,“ kataku. Sulit dipercaya. Aku kesulitan membayangkan bagaimana bisa ada orang yang bisa membikin gambar dengan hasil yang begitu halus seperti menggunakan olahan Photoshop dan atau Corel.

”Awal mula karier Jekek, orang-orang di percetakan bingung saat menerima file dalam bentuk .doc. Biasanya, kan, JPEG.“

Setelah sarapan aku langsung mencari tahu.  Pertanyaan pertama yang aku ajukan pada Mas Jekek barangkali akan terdengar seperti penulis ndesit.

”Memangnya bisa membikin gambar dari Ms. Word, Mas?“

”Bisa.“

”Pakai deretan huruf? Disusun sedemikian rupa hingga menjadi sebuah gambar utuh?“ Aku membayangkan Times New Roman, Arial, Georgia, Courier New, Lucida Grande, dan berbagai jenis huruf lainnya dimainkan oleh laki-laki yang sedang aku tanya tersebut.

Mas Jaka tertawa. ”Enggak. Tapi, begini….”

***
Jaka Balloeng memulai pekerjaan sebagai kepala keamanan di sebuah perusahaan swasta di Solo. Seorang disabilitas menjabat sebagai kepala keamanan? Orang di depanku ini sungguh-sungguh di luar dugaan. Mengangkat kedua belah tangannya saja tidak bisa lebih tinggi dari 10 cm, tapi bisa menjabat sebagai kepala keamanan?

Ia bertugas mengawasi CCTV dan menyusun jadwal kerja para sekuriti. Sebuah permintaan yang datang dari kebosanan barangkali yang membuka jalan; jadwal jangan lagi dibikin monoton hanya dengan menggunakan kotak-kotak standar.

Mas Jaka mulanya menggunakan template gambar dari Word (fasilitas yang ada di komputernya saat itu hanya program untuk mengetik, tidak ada yang lain). Tak dinyana, setelah uthak-uthek klik kanan, ia menemukan bahwa beberapa dari gambar tersebut bisa di-ungroup seperti saat kita membikin desain menggunakan Corel Draw. Berangkat dari sana, kemampuannya terus diasah dengan turut pula memainkan warna berikut gradasinya.

Setelah  mengunggah hasil karyanya di Facebook, tak ia duga, ia mendapat pesanan. Dari sinilah laki-laki ini berani resign dari perusahaan yang memberinya gaji besar demi menekuni pekerjaan membikin gambar menggunakan Ms. Word.

Apa yang menjadikan seorang Jaka Balloeng bisa sampai seperti sekarang?

”Enggak pernah berhenti,“ katanya.

Bahwa, seseorang yang telah berhasil di saat sekarang merupakan akumulasi proses belajar dari kegagalan-kegagalan di masa lampau. Gagal itu bukan alasan untuk berhenti, tapi untuk dipelajari dan diperbaiki supaya bisa bekarya jauh lebih baik.

”Kalau enggak gagal, enggak tahu di mana letak kurang dan salahnya pekerjaan.“

Sebagai penyandang disabilitas, keadaan kedua tangan yang tidak bisa diangkat tinggi, Mas Jaka saat kelon dengan istrinya selalu ’terima beres‘ alias... eh, eh, kok malah membahas kelon, ya? Ya, iya, karena ternyata Mas Jaka ini sudah punya dua anak, bahkan hendak tiga. 

Sa dan Mas Trie satu saja belum, Mas. :D

Kembali ke pembahasan semula, sebagai seorang difabel, Jaka Balloeng ingin mengubah pola pikir para penyandang difabel sekaligus non difabel. Masing-masing kelompok individu ini memiliki ketakutan yang ’sama‘.

Ketakutan bagi mereka yang difabel semacam apa iya aku akan diterima oleh baik sesama difabel maupun non-difabel? Sementara kawan-kawan non-difabel biasanya hanya melulu merasa kasihan dan iba karena takut menyinggung perasaan kawan penyandang disabilitas alias teman-teman yang berkebutuhan khusus.

Menyikapi ihwal ketakutan-ketakuan tersebut, Jaka Balloeng ingin menyadarkan, "Penyandang cacat tak perlu minder." Dan iklim kondusif yang berhasil dibangun di RBI menjadikan laki-laki tersebut biasa saja saat di-ece mengenai kekurangan tubuhnya (pada orang lain bisa jadi bercandaan itu terdengar kasar). Tidak sakit hati, Jekek ganti balas meledek.

Bersama Jaka Balloeng
Hal inilah yang sebenarnya ingin diajarkan Jekek. Supaya diri bisa dianggap dan dilihat, seseorang itu harus tangguh—tidak peduli apakah ia seorang difabel atau bukan. Dan, hidup sebenarnya hanyalah mengenai menertawai diri sendiri. Iya?

Di lain sisi, Jekek juga berbincang mengenai sistem pendidikan yang timpang bagi penyandang difabel. Pengaturan pemerintah yang ’mengharuskan‘ para tuna fisik sekolah di SLB menghambat potensi yang sesungguhnya bisa berkembang.

Setiap individu memiliki kesempatan membikin prestasi dan ruang untuk melejitkan diri yang sama. Hal ini dibuktikan bahwa ada seorang kawan tunanetra yang berprofesi sebagai fotografer, misalnya. Pengideraan dilakukan dengan menggunakan perbedaan spektrum warna objek yang terlihat pada kelopak mata yang terpejam.

Sekarang, dalam sehari Jekek menerima banyak sekali pesanan gambar. ”Sampai berapa orderan, Mas? Lima puluh?“

Dia malah ketawa. ”Aamiin.“

Kami mengobrol banyak, sampai lupa sejatinya pagi itu Jekek hendak mandi. Alhasil, aku terlambat mengikuti ketemuan pagi di halaman depan villa. Dan, yang juga menjadi kebetulan banget adalah Pakdhe Blontank juga meminta Jekek untuk naik panggung, eh emang ada panggung? :) Yang pasti setelah itu Mas Jekek juga membagi pengalaman--utamanya mengenai komunitas yang ia bangun bersama rekan-rekan difabelnya bernama Ngesot Budaya.

***
Rasa penasaran, yang sebenarnya berlebihan, hadir karena microsoft word merupakan tool yang karib aku gunakan. Dengan mendengar cerita dan bertemu Jekek menyadarkan bahwa pengetahuanku mengenai kemungkinan yang bisa dilakukan menggunakan media ini masih sangat terbatas.

Selain membuka pengetahuan, Jekek juga mengajarkan bagaimana sebuah pekerjaan yang disenangi bila dikerjakan dengan tekun dan sunguh-sungguh, maka pada waktunya akan mampu menghasilkan.

Perihal lain yang kurang lebih sama juga aku dapatkan dari Om Didik Nugrahadi (founder beritagar.id). Saat itu Sabtu sore sewaktu kami mengobrol dan ia mengatakan, ”Saat kamu tekun bekerja, akan ada banyak tangan yang membantumu mewujudkan keberhasilan. Besar kecilnya tak bisa ditengarai, tapi yakinlah akan ada banyak bantuan. Cepat lambatnya tak bisa dipastikan, tapi percayalah bakal ada jalan.“


Mendapat Apa dari Kopdar Blogger 2016?

Kalau aku bilang mendapat banyak teman baru, rasa-rasanya malah seperti anak SD yang berlibur ke rumah nenek, ya? Kalau begitu, aku akan menjawab mendapat udara segar, pemandangan indah dan menyejukkan, tertawa bersama (beneran, deh, Agus Magelangan barangkali diciptakan saat Tuhan tertawa terpingkal-pingkal), dan makan melulu—hawa dingin bikin gampang lapar. Aku juga ketemu Cak Marto yang ternyata enggak segarang dan semenakutkan yang selama ini aku kira. 

Kopdar Blogger, 26 - 27 Maret 2016
Segoro Gunung, Karanganyar, Solo
Katanya, ikatlah ilmu dengan menuliskannya. Mengenai rajin menulis blog sekiranya bisa diperluas menjadi rajin menulis apa dan di mana saja. Sekiranya sesuai dengan tagline yang diusung; Sepi ing Pamrih, Rame ing Blogging. Blog merupakan salah satu media yang bisa digunakan. Sebadung apa (gaya) tulisanmu, pastikan saja bisa bermanfaat bagi pembacanya.

Minimal, rasa bahagia. Bila sampai bisa menggerakkan mereka menjadi juga kepingin menulis, itu juga bagus.

Terima kasih aku haturkan pada Pakdhe Blontank dan kawan-kawan RBI yang menyelenggarakan acara kopdar blogger ini hingga berjalan baik dilengkapi dengan makanan yang berlimpah dan mbanyu mili. Juga ’cangkingan‘ Mas Trie yang menjadikan aku sebagai satu-satunya blogger perempuan (di luar RBI) di acara ini. Terima kasih juga untuk Mas Rony-Lantip yang telah memberi tumpangan padaku dan Mas Trie kembali ke Yogyakarta.

Akhir tulisan, secara keseluruhan Kopdar Blogger ini menyenangkan, dihadiri oleh orang-orang baik, berilmu mumpuni, rendah hati, dan berjalan gayeng. Segayeng Mas Jekek yang berani berujar kepada kita semua; Bahwa Hidup Hanyalah Mengenai Menertawai Diri Sendiri.  Matur nuwun. [dps]
Copyright © 2010- | Viva | Kaffee Bitte | Desi Puspitasari | Daily | Portfolio