Senin, 05 Oktober 2015

Lokal Lebih Berkualitas #SmescoNV

Local brand lebih keren, apa iya? Jangan-jangan itu hanya sebuah optimistis semu yang terlalu digadang  namun tak dapat ditunjukkan kebenarannya? Atau, bila kita kaji dan perhatikan sungguh-sungguh, brand lokal sebenarnya malah juauh lebih ciamik dan tak kalah saing dengan brand luar? Benar begitu?


Brand Adalah

Ketika menyebut sepatu olahraga dan yang muncul adalah Nike, itulah brand. Ketika menyebut cemilan cokelat mede dan yang mencuat di ingatan adalah Silver Queen, itulah brand. Ketika seseorang naik sepeda motor dan ia menyebutkan Honda, alih-alih kata “sepeda motor”, maka seseorang itu sedang menyebutkan brand.

Brand memiliki arti lebih dari sekadar nama. Brand tak hanya nama yang melekat pada sebuah produk, tapi juga citra yang melekat. Penjelasannya ada di paragraf awal tadi; sepatu olahraga = “merek terkenal”, cokelat mede = “merek terkenal”, sepeda motor = “merek familiar”, air mineral kemasan = “mereka terkenal”, pertunjukan sampakan = kelompok teater Gandrik, tari transgender = Didik Nini Thowok, novelis kontemporer Jepang = Haruki Murakami, dan masih banyak yang lain.

Kesan familiar dan cepat muncul ini dikarenakan brand produk tersebut sudah kadung melekat di benak. Rasa lekat muncul karena nilai yang diusung dari sebuah brand sudah dikenal dan dipercaya konsumen.


Asal Mula Kata Brand

Kata brand berangkat dari sebuah kata kuno yang berasal dari Skandinavia, yakni brandr (membakar). Pada mulanya, agar mudah dikenali barang yang hendak dijual diberi cap menggunakan lempeng besi yang sebelumnya telah dibakar. Bekas stempel yang tertera di badan produk dijadikan identitas.

Saat menentukan nama, pertama kali yang harus dipertimbangkan adalah nilai apa yang hendak dijual. Nilai inilah yang kemudian akan dibuktikan oleh para konsumen berangkat dari pengalaman menggunakan produk.

Kita ambil contoh merek BMW, yang merupakan singkatan dari Bayerische Motoren Wekre atau Bavarian Motor Works. Slogan yang disematkan pada brand BMW adalah the ultimate driving machine. Nilai ini dibuktikan dengan desain elegan body BMW dan rasa nyaman saat mengemudi.


Lokal Lebih Ciamik dan Berkarakteristik

These all we knew, negara Indonesia lama dijajah oleh Belanda dan juga Jepang. Penjajahan itu meninggalkan sebuah efek besar yang merugikan, yakni rasa minder atau rendah diri. Rasa rendah diri ini kemudian berkembang menjadi sebuah kebanggaan (semu) ketika anak negeri bisa mengonsumsi brand luar yang terkenal. Meski sama-sama berkualitas, masyarakat kita khususnya anak muda akan lebih rela merogok kocek lebih dalam untuk membeli sebuah produk bermerek “luar negeri” ketimbang merek “lokal”. Ada rasa gengsi dan status (semu) tinggi yang didapat dan kemudian bisa dipamerkan di berbagai kanal media sosial.

Rasa minder atau rendah diri jelas-jelas harus segera disingkirkan. Butuh waktu yang tak sebentar, barangkali. Di sinilah ‘tugas berat’ atau ‘hambatan’ atau ‘tantangan’ bagi brand lokal untuk mulai berani unjuk gigi memantapkan diri.


local brand saatnya unjuk gigi
sumber gambar

Dalam menawarkan nilai yang terkandung di dalam nama, konsisten menjaga kualitas sangat penting. Hal itu bisa dimulai dari:

1. Memilih Nama

Memberi nama di sini adalah menentukan merek. Supaya mudah diucapkan dan juga mudah diingat, nama baiknya dipilih yang orisinil, sederhana, khas, dan lokal. Tak harus menggunakan bahasa asing apabila masih bisa ditemukan padanan katanya dalam bahasa Indonesia. Contoh local brand yang sudah terkenal adalah produk kosmetik Sariayu, atau kaos dari Yogyakarta DAGADU yang khas karena merupakan prokem bahasa walikan dari aksara jawa.

Atau, bila memang ingin menyasar dan merebut pasar kaum muda yang sudah kadung ‘dijerat’ produk luar negeri, maka bisa menggunakan bahasa asing yang distinctive. Contohnya produk kaos milik Daniel Mananta; Damn! I Love Indonesia.


2. Packaging (kemasan)

Setelah nama yang mudah diucapkan, mudah diingat, dan familiar didengar, langkah berikutnya adalah kemasan. Packaging sebaiknya memiliki karakteristik one stop action, yaitu ketika dipajang berbaur dengan produk lain, kemasan itu memiliki kemampuan menimbulkan rasa penasaran besar. Sehingga calon konsumen akan berhenti hanya untuk memperhatikan.

Cokelat Monggo merupakan contoh produk yang memiliki nama dan kemasan yang khas. Dalam bahasa Jawa, kata Monggo berarti silakan. Nama Monggo terasa begitu lokal dan didukung desain kemasan yang menunjukkan kejawaannya, tepatnya Yogyakarta, yakni gambar karakter wayang.

Maka, ketika seseorang menyebut “Cokelat Monggo” secara otomatis pikiran dan ingatan akan digiring pada kesepakatan, “Oh, produk cokelat dari Yogyakarta”.

Packaging yang mengusung unsur lokalitas (terutama pada daerah penghasil produk) dan digabung dengan kreatifitas desain yang unik dan menarik, tentu akan menambah brand value atau nilai jual sebuah produk.


3. Promosi

Cara agar sebuah brand dikenal dan akhirnya dipercaya oleh konsumen adalah dengan promosi. Apabila zaman dahulu media berpromosi hanya terbatas pada iklan media cetak, iklan televisi dan iklan radio dengan harga mahal, sekarang sudah tersedia begitu banyak kanal media sosial yang bisa digunakan maksimal. Pun sekarang telah ada SMESCO yang membantu mendorong produk lokal supaya lebih maju pesat.

Ada berbagai produk lokal yang sukses ‘hanya’ dari berpromosi dari media sosial. Salah satunya, sebut saja keripik pedas Mak Icih yang awalnya menjadi terkenal melalui media twitter.


Lokal Lebih Berkualitas

Indonesia terkenal sebagai negara dengan sumber bahan baku yang sangat kaya. Batik, kain songket, kopi luwak, dan… kita masih malu untuk mengakuinya? Oh, ayolah. Mind set bahwa negara kita terdiri dari manusia bertipikal "pemakan merek luar yang mentereng” harus diubah.

Negara Indonesia adalah negara kaya, penghasil begitu banyak produk dengan brand value berkualitas tinggi dan tak kalah saing dengan brand luar. Bahkan bisa dibilang, nilai jual dan kualitas produk lokal ini juauh lebih unggul dan tak kalah mentereng! Bila digarap serius, didukung dengan hadirnya SMESCO yang sangat mendukung penjualan produk lokal, semoga ke depan akan semakin banyak kaum muda kita tak lagi malu memperkenalkan properti sandang yang dikenakannya atau minuman yang diseruputnya, seperti:

Kemeja batik ini asli dari Solo dan Pekalongan. Sepatu kulit jahitan rapi, kuat, dan berkualitas tinggi ini asli buatan Magetan. Secangkir kopi yang disajikan menemani meeting ini dari Toraja, dan sebagainya, dan sebagainya. Local brand lebih keren!



Copyright © 2010- | Viva | Kaffee Bitte | Desi Puspitasari | Daily | Portfolio