Senin, 29 Juli 2024

PAPAN JALAN GANG JOKO PINURBO

Ternyata warga kampung di Wirobrajan tak banyak yang tahu seberapa besar – seberapa hebat – seberapa mahsyur Joko Pinurbo di dunia sastra -utamanya puisi – Indonesia.

Hal tersebut disampaikan oleh Bapak RW 04 kampung Wirobrajan saat peresmian nama jalan Gang Joko Pinurbo pada hari Sabtu, 27 Juli 2024. Para warga cukup mengenal sosok Joko Pinurbo sebagai warga biasa saja yang rajin datang ke arisan dan pertemuan rutin warga (kalau tidak salah jabatan beliau adalah bendahara – atau sekretaris, ya?). Sehingga saat hari kepergian beliau, warga terperanjat ketika melihat begitu banyak yang hadir melayat dan betapa banyak karangan bunga yang diberikan pada suwargi beliau.


Bila pemerintah hanya kerap menggunakan nama pahlawan sebagai nama jalan, maka warga RW 04 memutuskan untuk menggunakan nama seniman dan/atau sastrawan Joko Pinurbo sebagai nama jalan sebagai bentuk penghormatan. Papan nama ini dipancang di mulut gang yang menuju kediaman Joko Pinurbo.

Acara yang diselenggarakan mulai pkl. 15.00 itu dihadiri banyak sekali teman-teman seniman. Seperti Pak Butet Kartaredjasa, dan juga teman-teman seniman rupa. Aku mencari teman-teman sastrawan malah -sepertinya- enggak ada.


Jadi, selama ini gang menuju kediaman Joko Pinurbo agak sulit dipetakan. Kalau mau ke sana biasanya menggunakan ancar-ancar dan/atau titik g-maps Bakmi Jawa Mbah To lalu masuk gang. Akhirnya, setelah sepeninggal beliau dan juga untuk menghormatinya dipasanglah papan jalan dengan nama Gang Joko Pinurbo (lengkap dengan tulisan aksara jawanya). Kegiatan ini disiapkan dengan waktu yang sangat mepet, sekitar tujuh hari saja oleh para warga.

Terliha seperti pada kutipan puisi Jokpin yang fenomenal -pula dapat kita temukan pada halaman depan Teras Malioboro 1; Jogja terbuat dari rindu, pulang, dan angkringan, di sepanjang jalan penyelenggaraan acara berderet-deret angkringan dengan menu lengkap. Masing-masing gerobak menyajikan gorengan, nasi kucing, sate sunduk -telur puyuh, ati ayam, usus, dll, minuman hangat dan es, juga jumbo-jumbo berisi wedang panas berupa kopi, teh, jeruk, jahe.

Usai pemancangan papan jalan, teman-teman seniman membacakan puisi-puisi karya Joko Pinurbo.

Aku sendiri merasa sedih begitu datang ke lokasi acara. Rasanya kayak gimana, ya? Helatan yang ramai tapi tanda kehadiran beliau – kayak gimana gitu rasanya. Semestinya suwargi Joko Pinurbo tak ingin ada yang sedih dengan kepergian beliau. Jadi, aku menarik napas dan menghela perlahan untuk mengusir sedih.

Semoga penamaan jalan ini berkah dan bermanfaaat.

Btw, nasi kucing dan sate sunduk-nya enakk!


0 comments:

Posting Komentar

Copyright © 2010- | Viva | Kaffee Bitte | Desi Puspitasari | Daily | Portfolio