Rabu, 25 Maret 2015

Cerber Majalah Femina Februari - Maret 2015 ; Pai Apel Musim Panas

Pernikahan itu: 30% cinta, 30% saling memaafkan, dan 40% saling menguatkan.
— Pai Apel Musim Panas, Cerber Femina



Halo. 

Menulis cerita bersambung ini adalah pengalaman baru yang menyenangkan. Karena, sebelumnya aku lebih banyak menulis novel dan cerpen. Cerita bersambung  memiliki 'karakteristik' lebih panjang dari cerpen dan lebih pendek dari novel. Itu artinya dari satu ide cerita, aku harus memanjangkannya lebih dari 2,000 kata supaya tidak menjadi cerpen, dan membatasinya supaya tidak sampai 30,000 kata atau nanti ini akan terbit menjadi novel.

Enggak ada kesulitan berarti (ketika kamu sangat sangat sangat mencintai menulis, aku pastikan enggak akan pernah menemui kesulitan berarti, kecuali; pusing, punggung letih, mata pedas, dan uring-uringan dan juga 'gangguan' keletihan fisik yang lain, haha). Proses menulis hingga terbit pun sangat cepat. 

Pertengahan Desember 2014, #MeineLiebe memintaku menulis cerber. "Lalu kirim ke Femina, ya." Aku kemudian mengangkat cerita dengan pokok permasalahan sebagai berikut; saat keadaan percintaan kalian sedang sulit, masih akankah kamu bertahan dan setia padanya? Membikin outline; menjadikannya lima bab dan menambahkannya poin-poin penting di setiap bab. Inilah manfaat outline (biasanya digunakan dalam menulis novel); kamu tidak akan mandek di tengah jalan lalu berdalih writer's block, pun cerita yang kamu tulis enggak akan melenceng jauh--ia berfungsi menjadi semacam rel menulis. 

Mengapa bab? Karena aku menggunakan proses sama saat sedang menulis novel. Bab-bab itu akan memudahkan penulisan dan membaca ulang baik secara sebagian atau keseluruhan. Setelah terbit, tulisan bab satu, dua, dst itu akan dihilangkan oleh editor sehingga akan tampil utuh seperti cerita bersambung pada majalah Femina umumnya.

"Pai Apel Musim Panas" ini berlokasi cerita di Perancis. Aku menciptakan empat tokoh di sini;

Abigail (tokoh utama yang pusing karena kondisi suaminya yang payah. Ia menemukan kenyataan bahwa saling menguatkan ternyata bisa terasa begitu berat. Terlebih saat ada lelaki lain yang lebih mapan dan memesona yang mencintainya).

Thomas (karena membela temannya yang dilecehkan oleh salah seorang tamu di hotel, ia dipecat. Ia tahu, melulu limbung karena sulit mendapatkan pekerjaan pengganti hanya akan terus mengecewakan Abigail. Ia kemudian kembali menekuni membikin pai apel kesukaan istrinya tersebut).

Morris (kawan Thomas, yang kerap 'mengganggu' Abigail supaya segera meninggalkan Thomas yang tak bisa diharapkan. Sesungguhnya permintaan itu tidak sungguh-sungguh, hanya untuk memeriksa apakah Abigail tetap akan bertahan untuk setia meski keadaan Thomas sedang morat-marit. Morris ini membantu Thomas belajar membikin kue dan mencarikan pekerjaan di kedai kopi dan kue Le Cappucino).

Msr. Phillipe (bos tajir, mapan, ganteng, dan memesona yang memperkerjakan Abigail untuk merawat ibunya yang sedang sakit. Segala pesona yang dimiliki laki-laki paruh baya itulah yang kemudian membikin Abigail bimbang). 

Akhir Desember 2014 aku mengirim melalui surel (klik di sini untuk alamat redaksi cerpen dan cerber koran dan majalah) ke majalah Femina. Mendapat konfirmasi akhir Januari 2015 dan dimuat pada edisi majalah Femina yang terbit akhir Februari - awal Maret 2015.

**





Saat menyalakan lampu, Abigail kehilangan kata-kata. Seloyang pai apel dan segelas jus jeruk dengan embun-embun dingin menempel di permukaan gelas tersedia di meja. Ia mendekat dan sebuah pelukan dari belakang mendekapnya erat.

"Aku minta maaf yang begitu besar."

Abigail tak bisa bergerak, bahkan sekadar menoleh. Kepala Thomas ditumpukan di pundaknya sambil terus berkata-kata. Kembali meminta maaf bahwa ia telah mengacaukan hidup berumah tangga mereka. 

Thomas melonggarkan pelukan. Ia menyuapi Abigail potongan kecil pai apel.

"Kau sangat menyukainya," katanya.

Abigail turut mengambil potongan pai apel. Ia sempat berhenti sebentar, urung balas menyuapi Thomas. Selanjutnya potongan pai itu ditepukkan ke pipi Thomas dengan tidak begitu keras. Remahannya berhamburan mengotori bagian pundak kemeja suaminya.

"Ini karena perbuatanmu yang selalu membuatku kesal, tapi lebih seringnya khawatir!"

Thomas kembali memeluk Abigail seraya mengulang permohonannya. "Maafkan aku, maafkan aku, aku menyayangimu, Ma cheri. Maafkan aku, maafkan aku."

Abigail kembali menangis sekeras-kerasnya dan sepol-polnya malam itu. Menangis dalam dekapan hangat suami yang dirindukannya selama beberapa waktu terakhir ini. Bukan tangis sedih, tapi lega luar biasa. Pai apel musim panasnya telah kembali.



Cinta kadang berlaku rumit seperti jalinan tambang yang sulit diurai, terkadang juga sesimpel orang bersin. Hatsyih... dan segalanya menjadi beres.

— Cerber "Pai Apel Musim Panas" dimuat Femina edisi 21 - 27 Februari 2015 dan 28 Februari - 6 Maret 2015


Copyright © 2010- | Viva | Kaffee Bitte | Desi Puspitasari | Daily | Portfolio