Rabu, 19 Maret 2014

Menciptakan Mood Menulis

Saat kamu menulis masih menunggu mood, Pramoedya Ananta Toer menulis sudah bagai orang berak--begitu produktif. Menulis bagai orang berak merupakan olokan Idrus untuk penulis Pram ketika mereka bertemu di Balai Pustaka. "Pram, dengar, kau tidak menulis Pram, kau berak!" 

Bila melihat konteks dialog tersebut dalam sebuah wawancara dengan Pram, berak di sini memiliki sepembacaanku memiliki dua arti. Tidak bermutu alias sampah, tapi bisa juga menulis seperti berak adalah tidak henti dalam jumlah banyak, dengan pertimbangan begitu banyak karya yang dihasilkan Pram. Anggap saja dua kemungkinan tersebut benar, dan postingan ini akan membahas mengenai kemungkingkan arti yang kedua. 

Artinya apa? Ketika kamu masih manja tidak mau menulis dengan dalih tidak mood, mood sedang menguap, sedang mengumpulkan mood atau apapun, seorang penulis Pramoedya telah begitu produktif menulis meski berada di balik penjara, menggunakan mesin ketik dan dalam kondisi sangat tidak menyenangkan. Satu, di dalam penjara dengan fasilitas kurang memadai, atau bisa dibilang sangat buruk. Dua, di bawah tekanan rezim Orde Baru. Bukan hanya satu atau dua karyanya yang ditarik dari peredaran karena latar belakang Pram yang anggota Lekra.

Sementara, kamu yang tinggal di zaman fasilitas serbamudah seperti ini, masih saja mengeluh mengenai 'tidak mood' menulis. Well, menulis memang bukan kewajiban, sehingga tidak dikerjakan pun tidak apa-apa, tidak dosa. Tapi, kalau menulis sudah menjadi sebuah profesi, maka mau tidak mau harus dikerjakan. Karena, profesi penulis tidak berdiri sendiri, sudah berkaitan dengan profesi lain, seperti editor di penerbitan, penerjemah, ilustrator, percetakan, dan pembaca. 


Penyebab Hilang Mood

Mood artinya suasana hati. Hati merupakan sesuatu yang lembut dan sulit dipegang, terlebih bagi seniman umumnya atau penulis khususnya. Hati mereka lebih sensitif ketimbang orang-orang kebanyakan. Sedikit gangguan, maka runyam segalanya. Proses kreatif macet atau malah buyar.

Hal-hal yang membikin hilang mood bisa berasal dari; tubuh letih, terlalu banyak beban pikiran, lingkungan tak kondusif, dan lain-lain. Solusinya mudah. Bila letih - istirahat, banyak beban pikiran - istirahat, lingkungan tak kondusif - dikondusifkan. Idealnya begitu, tapi kan tentu tak semudah itu. 

Menciptakan Kondisi Sendiri

Membangun mood di sini sifatnya personal. Makanya, ketika ada peserta talkshow atau kelas kuliah umum bertanya 'bagaimana membangkitkan mood', jawaban yang dilontarkan bisa tidak mempan. Penulis memiliki (atau harus mencari) hal-hal yang bisa digunakan untuk membangkitkan mood. 

Ada beberapa hal, selain rehat, yang bisa dilakukan untuk menciptakan mood:

1. Mandi. 

Kesegaran air akan membuka pori-pori tubuh. Selain badan menjadi bersih, tubuh juga akan menjadi relaks. Ketenangan tubuh akan menjalar pada ketenangan pikiran. Bukan tak mungkin, ide dan semangat menulis kembali muncul.

2. Mendengarkan musik. 

Selain menciptakan suasana yang diinginkan untuk mendukung proses menulis, musik juga bisa untuk membangunkan mood. Bayangkan keadaan seperti ini, hari hujan, berlindung di dalam ruangan, secangkir cokelat panas, dan iringan musik jazz atau pop romantis. Sebuah kondisi yang pas untuk menyelesaikan naskah populer-romance, misalnya. 

3. Menyemprot pengharum ruangan

Selain audio, mood juga bisa dirangsang dengan memaksimalkan indera penciuman. Parfum atau malah aroma terapi bisa disemprotkan atau dibakar. Aroma sandalwood, misalnya, tentu akan menciptakan ketenangan tersendiri yang dibutuhkan untuk menyelesaikan naskah.

4. Bokek

Keadaan ini adalah satu-satunya kondisi yang bisa membuat penulis tak bisa lagi banyak cing-cong beralasan ini-itu. Kalau tak menulis, maka tak mendapat uang. Tak ada uang artinya tak bisa makan dan terus berkarya. Sehingga, mau tak mau, apapun kondisinya, baik atau buruk, harus terus menulis. Bahkan, kalau bisa waktu istirahatnya hanya sebentar, selebihnya digunakan untuk menulis. 

4. Dan masih banyak lain. Lakukan kegiatan kesukaan kamu, yang sekiranya mendukung muncul mood untuk menulis. 


Kebiasaan Unik Penulis Dunia

Selain kedisiplinan tinggi para penulis dunia (tentu saja, perihal kedisiplinan menulis di sini patut dicontoh dan diterapkan bisa ingin mendapat hasil menulis yang maksimal), kebiasaan unik ini mereka bisa jadi sumber inspirasi untuk menciptakan mood, yang akan mendorong mereka lancar menulis.

1. Alexandre Dumas, penulis The Three Musketeers dan The Count of Montecristo.

Saat menulis, Dumas membedakan warna kertas untuk masing-masing kategori tulisan. Kertas berwarna merah jambu digunakan menulis artikel, sementara menulis novel dikerjakan pada kertas warna biru. Bila menulis puisi, maka Dumas akan menggunakan kertas warna kuning. 

2. Victor Hugo, penulis Les Miserable 

Saat menyelesaikan tulisan, Hugo akan mengurung diri di dalam rumah dan menyimpan pakaiannya dalam almari rapat. Hal ini dilakukan untuk menciptakan kondisi; tak ada pakaian baik yang dikenakan untuk pergi keluar. Sehingga, mau tak mau Hugo 'terpaksa' terkurung di dalam rumah sampai tulisannya selesai. 

3. Truman Capote, penulis Breakfast With Tiffany's

Saat menulis, Capote mengandalkan kopi di pagi hari, rokok, dan juga minuman. Minuman ini sebut saja sherry, atau teh mint, dan juga martini. Apabila, pada masanya, penulis lain langsung menuangkan cerita menggunakan mesin ketik, maka Capote lebih memilih menulis tangan, sembari tiduran dengan menghisap rokok dan sesekali menyesap martini, atau sherry, atau teh mint.

Kalau kebiasaan unik kamu menciptakan mood menulis bagaimana? Rebahan di kasur membawa sebungkus plastik es teh dan mengulum permen Chup-a-ch*up?


Copyright © 2010- | Viva | Kaffee Bitte | Desi Puspitasari | Daily | Portfolio